Senin, 26 Oktober 2009

peranan bahasa indonesia dalam konsep ilmiah

PERANAN BAHASA INDONESIA DALAM KONSEP ILMIAH

Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu, sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Tak ada kegiatan manusia yang tak disertai oleh bahasa. Bahkan dalam bermimpi pun manusia menggunakan bahasa.

Keterikatan dan keterkaitan bahasa dengan manusia menyebabkan bahasa memiliki sifat dinamis, sebagaimana manusia pemakainya. Perubahan bahasa itu terjadi pada semua tataran, baik fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, maupun leksikon.

Perubahan yang paling jelas dan banyak terjadi adalah pada bidang leksikon dan semantik. Mungkin hampir tiap saat ada kata-kata baru muncul sebagai akibat perubahan budaya dan ilmu. Kata sebagai satuan bahasa terkecil merupakan sarana atau wadah untuk menampung suatu konsep yang ada dalam masyarakat bahasa. Dengan terjadinya perkembangan kebudayaan, ilmu dan teknologi, bermunculanlah konsep-konsep baru berupa kata atau istilah baru.

Posted on Desember 9th, 2008 oleh Bambang Wibowo

Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Konsep Penulisan Ilmiah

Ejaan ialah penggambaran bunyi bahasa dalam kaidah tulis- menulis yang distandarisasikan; yang meliputi pemakaian huruf, penulisan huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan pemakaian anda baca.

PEMAKAIAN HURUF

1.Huruf abjad: abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf- huruf: Aa, Bb, Cc, Dd, Ee, Ff, Gg, Hh, Ii, Jj, Kk, Ll, Mm, Nn, Oo, Pp, Qq, Rr, Ss, Tt, Uu, Vv, Ww, Xx, Yy, Zz.

2.Huruf vokal: a, e, i, o, u.

3.Huruf konsonan: b, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, z.

4.Huruf diftong: ai, au, ai.

5.Gabungan konsonan: kh, ng, ny, sy.

PENULISAN HURUF KAPITAL

Huruf kapital dipakai sebagai berikut.

1.Huruf pertama kata pada awal kalimat

2.Huruf pertama petikan langsung

3.Ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan, kitab suci, termasuk kata ganti

4.Gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.

5.Nama jabatan, pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.

6.Huruf pertama unsur-unsur nama orang

7.Huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.

8.Huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa bersejarah.

9.Huruf pertama nama geografi.

10.Huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata depan atau kata hubung.

11.Huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan,lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.

12.Huruf pertama nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali kata depan dan kata hubung yang berada di tengah kata.

13.Huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.

14.Huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang dipakai sebagai sapaan.

15.Huruf pertama kata ganti Anda.

PENULISAN HURUF BERCETAK MIRING

1.Menuliskan nama buku, majalah, koran

2.Menuliskan istilah asing, daerah, ilmiah yang ditulis dengan ejaan aslinya

3.Menegaskan huruf, kata, atau frasa yang dipentingkan/dikhususkan

PENULISAN KATA

A.Kata Dasar

Kata yang berupa kata dasar ditulis terpisah (berdiri sendiri)

Contoh: Siswa itu rajin.

B.Kata Turunan

1.Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.

Contoh: bergetar

tulisan

penerapan

memperhatikan

2.Kalau bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan unsur yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.

Contoh: bertumpang tindih

mengambil alih

3.Kalau bentuk dasar berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat awalan dan akhiran, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.

Contoh: menggarisbawahi

pertanggungjawaban

4.Kalau salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai (a, antar, catur,

maha, mono, multi, pra, pasca, semi ,dsb.)

Contoh: amoral, antar negara, caturwarga, mahasiswa, multiguna, prasejarah, pascasarjana, semifinal.

Bila bentuk terikat tersebut diikuti oleh kata yang didahului oleh huruf kapital, di antara kedua unsur itu diberi tanda hubung.

Contoh: non-Indonesia

C.Bentuk Ulang

Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung.

Contoh: buku-buku

gerak-gerik

D.Gabungan Kata

1.Gabungan kata / kata majemuk ditulis terpisah

Contoh: orang tua

Rumahsakit

2.Gabungan kata yang mungkin menimbulkan makna ganda, diberi tanda hubung.

Contoh: anak-istri ( anak dan istri)

buku -sejarah baru (buku sejarah yang baru)

buku sejarah- baru (sejarahnya baru)

3.Gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kesatuan ditulis serangkai

Contoh:halalbihalal, manakala, barangkali, olahraga, kacamata darmasiswa,apabila,padahal,matahari,dukacita manasuka, kilometer,bilamana, daripada, peribahasa,segitiga, sukacita, saputangan,







E.Kata Ganti





Kata ganti ku, mu, nya, kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya atau mendahuluinya, kecuali pada Mu dan Nya yang mengacu pada Tuhan harus ditulis dengan huruf kapital dan diberi tanda hubung (-).

Contoh: Nasihat orang tua harus kauperhatikan

Anakku, anakmu, dan anaknya sudah menjadi anggota perkumpulan itu.

O, Tuhan kepada-Mulah hamba meminta pertolongan.

F.Kata Depan

Kata depan di, ke, dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali yang sudah dianggap sebagai satu kesatuan seperti kepada dan daripada.

Contoh: Di mana ada gula, di situ ada semut.

Pencuri itu keluar dari pintu belakang.

Mahasiswa itu akan berangkat ke luar negeri.

G.Kata Sandang

Kata si , sang, hang, dang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.

Contoh: Muhammad Ali dijuluki petinju “si Mulut Besar”.

H.Partikel

1.Partikel lah, kah, tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.

Contoh: Pergilah sekarang!

2.Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.

Contoh:Jika engkau pergi, aku pun akan pergi.

Kata-kata yang sudah dianggap padu ditulis serangkai, seperti andaipun, ataupun, bagaimanapun, kalaupun, walaupun, meskipun, sekalipun.

3.Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, ‘tiap’ ditulis terpisah.

Contoh: Harga BBM naik per ! April.

Mereka masuk satu per satu.

Harga kertas Rp 25.000,00 per rim.

I. Singkatan dan Akronim

1.a.Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan jabatan atau pangkat diikuti tanda titik.

Contoh: Suman Hs..

Muh. Yamin, S.H. (Sarjana Hukum)

M.B.A. (Master of Business Administrtion)

M.Sc. (Master of Science)

Bpk. (Bapak)

Sdr. (saudara)

b. Singkatan nama resmi lembaga pemasyarakatan dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal setiap kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti tanda titik.

Contoh: DPR, GBHN, KTP, PT

c.Singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.

Contoh: dll. hlm.sda. Yth.

d.Lambang kimia, satuan ukuran, takaran, timbangan, mata uang tidak diikuti tanda titik.

Contoh: Cu , cm, kg, Rp

2.a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.

Contoh: ABRI LAN IKIP SIM

b.Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan

huruf awal huruf kapital.

Contoh: Akabri, Bappenas, Iwapi, Kowani

c.Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret

kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil. Contoh: pemilu,

rapim, tilang.

J.Angka dan Lambang Bilangan

1.Penulisan kata bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.

Contoh: a.Abad XX dikenal sebagai abad teknologi.

b.Abad ke-20 dikenal sebagai abad teknologi.

c.Abad kedua puluh dikenal sebagai abad teknologi.

2.Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika beberapa lambang dipakai berturut-turut.

Contoh:

a.Ada sekitar lima puluh calon mahasiswa yang tidak diterima diperguruan tinggi itu.

b.Kendaraan yang beroperasi di Bandung terdiri atas 1.000 becak angkot, 100 metro mini,

dan 100 bus kota.

3.Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga yangtidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat di awal kalimat.

Contoh:

a.Dua puluh mahasiswa mendapat beasiswa dari perusahaan itu.



b.#150orang pegawai mendapat perintah dari pemerintah.(salah)

c.Sebanyak 150 orang prgawai mendapa penghargaan pemerintah.

PEMBENTUKAN ISTILAH DAN PENULISAN UNSUR SERAPAN

Definisi istilah : Kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang tertentu.

Khusus dalam bidang peristilahan yang menyangkut 39 bidang

ilmu, Majelis Bhs Ind-Malaysia tengah berusaha membakukan berbagai

istilah bidang ilmu bagi kepentingan dua negara. Majelis BI-M didirikan

pada tanggal 23 Mei 1972 dan mengadakan sidang secara bergantian di

dua negara. Di setiap bidang ilmu ada kurang lebih 500-1000 istilah.

Penciptaan istilah itu dilakukan oleh ahli ilmu pengetahuan masing–

masing, kemudian oleh para ahli bahasa yang tergabung dalam koalisi

istilah itu disesuaikan dengan pedoman pembentukan istilah.

Beberapa sumber bahasa yang dapat dijadikan sumber istilah :

1.Bahasa Indonesia / Melayu

1.1 Kata yang paling tepat mengungkapkan makna konsep, proses, dan keadaan.

- bea => pajak barang masuk dan barang keluar

- cukai => pajak hasil perusahaan atau industri

- pajak => iuran wajib dari rakyat sebagai sumbangan kepada negara.

Pajak kekayaan, tontonan, PBB, dll

1.2 Kata yang paling singkat daripada kata lain yang berujukan sama

- gulma => tumbuhan pengganggu

- suaka => perlindungan

- kosa => perbendaharaan

1.3 Kata yang bernilai rasa baik dan sedap didengar

- pramuniaga => pelayan toko besar

- pembantu => babu/jongos

- karyawan => pekerja / buruh

- pemandu / pramuwisata => penunjuk jalan

2.Bahasa – bahasa daerah serumpun

Bahasa Indonesia masih kekurangan kata–kata yang bernilai rasa atau kata–kata efektif yang melambangkan curahan hati masyarakat. Di antara kata–kata rasa yang sudah sering digunakan dalam pemakaian bahasa Indonesia sekarang,

- sempoyongan => terhuyung –huyung seperti hendak jatuh

- bertele – tele => berbicara tidak jelas ujung pangkalnya

- bobrok => rusak sama sekali (bangunan/akhlak)

- nyeri => sakit pada salah satu bagian tubuh

- langka => susah didapat

- lugas => apa adanya (zakelijk)

- tuntas => selesai sepenuhnya

- pesangon => uang untuk karyawan yang diberhentikan

3.Bahasa asing

Pemakaian istilah asing dapat dilakukan apabila memenuhi syarat sbb:

3.1 Istilah asing yang dipilih lebih cocok karena konotasinya atau lebih bermakna tepat jika dibandingkan dengan persediaan kata yang ada

- konfirmasi => penegasan atau pengesahan

- amatir => tanpa bayaran

- logis => masuk akal

- insentif => pendorong / perangsang

- spontan => tanpa diminta – minta / dengan sendirinya

3.2 Istilah asing yang dipilih lebih singkat bila dibandingkan dengan terjemahannya

- dokumen => surat – surat penting yg menjadi bukti

- akulturasi => perpaduan unsur kebudayaan yang satu dengan yang lain hingga menimbulkan kebudayaan yang baru.

- Urbanisasi

- etiket => cara kesopanan yang dilazimkan

Kadang – kadang terdapat istilah yang diizinkan dipakai dalam

bahasa asing dan bahasa Indonesia.

i.manajer = pengelola

ii.manajemen = pengelolaan

iii.relatif = nisbi

iv.temperatur = suhu

v.klasifikasi = penggolongan

vi.kreativitas = daya cipta

vii.sektor = bidang

viii.sirkulasi = peredaran

ix.realisasi = pelaksanaan

Cara pemasukan istilah asing dapat dilakukan sebagai berikut:

1.Melalui penerimaan secara utuh

Diterima sebagaimana adanya dalam bahasa asalnya. Cara ini

ditempuh jika istilah atau ucapan itu dianggap bersifat internasional

atau jika orang belum menemukan padanannya dalam bahasa

Indonesia, antara lain

x.de jure => menurut hukum

xi.de fakto => menurut kenyataan

xii.doctor honoris causa => doktor kehormatan

xiii.cum laude => dengan pujian

2.Melalui terjemahan

Dalam menerjemahkan istilah asing yang penting ialah kesamaan

makna konteks, bukan makna harfiahnya. Karena itu terjemahan tidak

menghasilkan bentuk berimbang satu lawan satu. Namun kategori

gramatikalnya diperhatikan juga kata benda=kata benda pula.

xiv.brain storming => sumbang saran

xv.up to date => mutakhir

xvi.overlap => tumpang tindih

xvii.bilateral => dua pihak

xviii. feedback => umpan balik

3.Melalui adaptasi : penyesuaian ejaan / sistem bunyi bahasa Indonesia

-integration => integrasi

-research => riset

-university => universitas

PEMAKAIAN TANDA BACA

A.Tanda titik dipakai :

1.pada akhir kalimat;

2.pada singkatan nama orang;

3.pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan;

4.pada singkatan atau ungkapan yang sangat umum;

5.di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, dandaftar;

6.untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukan waktu;

7.untuk memisahkan angka jam, menit, detik yang menunjukan jangka waktu;

B.Tanda titik tidak dipakai :

1.untuk memisahkan angka ribuan, jutaan, dan seterusnya yang tidak menunjukkan jumlah ;

2.dalam singkatan yang terdiri atas huruf–huruf awal kata atau suku kata, atau gabungan keduanya,yang terdapat di dalam nama

badan pemerintah, lembaga–lembaga nasional atau internasional, atau yang terdapat di dalam akronim yang sudah diterima oleh masyarakat.

3.di belakang alat pengirim dan tanggal surat, atau nama dan alamat penerima surat.

C, Tanda koma dipakai :

1.di antara unsur–unsur dalam suatu perincian dan pembilangan

2.untuk memisahkan kalimat setara;

3.untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat;

4.di belakang kata seru yang terdapat pada awal kalimat;

5.di belakang kata atau ungkapan penghubung antara kalimat yang terdapat pada awal kalimat;

6.untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain;

7.di antara unsur-unsur alamat yang ditulis berurutan;

8.untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya;

9.di antara nama orang dan gelar akademik;

10. di muka angka persepuluhan;

11. untuk mengapit keterangan tambahan, atau keterangan aposisi.

D. Tanda titik koma dipakai :

1.untuk memisahkan bagian–bagian kalimat yang sejenis dan setara;

2.untuk memisahkan kalimat yang setara dalam kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.

E. Tanda titik dua dipakai :

1.pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian;

2.sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian;

3.dalam teks drama sesudah kata yang menunjukan pelaku dalam percakapan

4.kalau rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan;

5.di antara jilid atau nomor dan halaman, di antara bab dan ayat dalam kitab – kitab suci, atau di antara judul dan anak judul suatu karangan (karangn Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup : Sebuah Studi, sudah terbit).

F.Tanda hubung (-) dipakai :

1.untuk menyambung suku–suku kata dasar yang terpisah karena pergantian baris;

2.untuk menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya;

3.menyambung unsur–unsur kata ulang;

4.menyambung huruf kata yang dieja;

5.untuk memperjelas hubungan bagian–bagian ungkapan;

6.untuk merangkaikan se- dengan angka, angka dengan –an, singkatan huruf besar dengan imbuhan atau kata;

7.untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.

G.Tanda pisah (--) dipakai :

1.untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi pelajaran(kemerdekaan bangsa itu – saya yakin akan tercapai – diperjuangkan oleh

2.untuk menegaskan adanya aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi

lebih jelas (Rangkaian penemuan ini – evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom – telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta).

3.di antara dua bilangan atau tanggal yang berarti ‘sampai dengan’ atau di antara nama

dua kota yang berarti ‘ke’ atau sampai (1945 – 1950 :Bandung – Jakarta).

H. Tanda elipsis (. . .) dipakai :

1.untuk menggambarkan kalimat yang terputus : Misalnya : Kalau begitu … ya,

marilah kita berangkat.

2.untuk menunjukan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang dihilangkan :

Misalnya : Sebab-sebab kemerosotan . . . akan diteliti lebih lanjut.

I. Tanda petik (‘. . .’) dipakai :

1.mengapit petikan langsung;

2.mengapit judul syair, karangan, dan bab buku apabila dipakai dalam kalimat;

3.mengapit istilah ilmiah yang masih kurang dikenal.

J.Tanda petik tunggal (‘…’) dipakai :

1.mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan petikan lain, misalnya :

Tanya basri, “Kaudengar bunyi ‘kring – kring tadi’?

2.mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing,

misalnya :

rate of inflation ‘laju inflasi’.

K.Tanda garis miring (/) dipakai :

1.dalam penomoran kode surat,

misalnya : No. 7/ PK/ 1983 ;

2.sebagai pengganti kata dan, atau, per atau nomor alamat,

misalnya:

mahasiswa / mahasiswi, hanya Rp 30,00 / lembar, Jalan Banteng

V / 6.



L. Tanda penyingkat atau apostrop (‘) dipakai :

Menunjukkan penghilangan bagian kata,

Misalnya : Amin ‘kan kusurati (‘kan =akan) Malam ‘lah tiba

(‘lah=telah

Sumber : http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/06/agus_buku_ajar.pdf.

peranan bahasa indonesia dalam konsep ilmiah

Minggu, 11 Oktober 2009

Perkembangan Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia[1] dan bahasa persatuan bangsa Indonesia[2]. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia adalah bahasa kerja (working language).

Dari sudut pandang linguistika, bahasa Indonesia adalah suatu varian bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau dari abad ke-19, namun mengalami perkembangan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja dan proses pembakuan di awal abad ke-20. Hingga saat ini, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.

Meskipun saat ini dipahami oleh lebih dari 90% warga Indonesia, bahasa Indonesia tidak menduduki posisi sebagai bahasa ibu bagi mayoritas penduduknya. Sebagian besar warga Indonesia berbahasa daerah sebagai bahasa ibu. Penutur bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Namun demikian, bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di surat kabar, media elektronika, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya,[3] sehingga dapatlah dikatakan bahwa bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.

Fonologi dan tata bahasa bahasa Indonesia dianggap relatif mudah.[4] Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu.[5]


Daftar isi

[sembunyikan]

[sunting] Sejarah

Lihat pula Sejarah bahasa Melayu.

Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern.

Kerajaan Sriwijaya (dari abad ke-7 Masehi) memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa Melayu Kuna) sebagai bahasa pengantar sehari-hari. Hal ini diketahui dari empat prasasti berusia berdekatan yang ditemukan di Sumatera bagian selatan peninggalan kerajaan itu. Pada saat itu bahasa Melayu yang digunakan bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta. Sebagai penguasa perdagangan di kepulauan ini (Nusantara), para pedagangnya membuat orang-orang yang berniaga terpaksa menggunakan bahasa Melayu, walaupun secara kurang sempurna. Hal ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal, yang secara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti. Penemuan prasasti berbahasa Melayu Kuna di Jawa Tengah (berangka tahun abad ke-9) dan di dekat Bogor (Prasasti Bogor) dari abad ke-10 menunjukkan adanya penyebaran penggunaan bahasa ini di Pulau Jawa. Keping Tembaga Laguna yang ditemukan di dekat Manila, Pulau Luzon, berangka tahun 900 Masehi juga menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan Sriwijaya.

Kajian linguistik terhadap sejumlah teks menunjukkan bahwa paling sedikit terdapat dua dialek bahasa Melayu Kuna yang digunakan pada masa yang berdekatan. Sayang sekali, bahasa Melayu Kuna tidak meninggalkan literatur dalam bentuk kesusasteraan meskipun laporan-laporan dari Tiongkok menyatakan bahwa Sriwijaya memiliki perguruan agama Buddha yang bermutu.

Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bentuk resmi bahasa Melayu karena dipakai oleh Kesultanan Malaka, yang kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya. Bentuk bahasa ini lebih halus, penuh sindiran, dan tidak seekspresif Bahasa Melayu Pasar.[rujukan?]

Pada akhir abad ke-19 pemerintah kolonial Hindia-Belanda melihat bahwa bahasa Melayu (Tinggi) dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi. Promosi bahasa Melayu dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu. Pada periode ini mulai terbentuklah "bahasa Indonesia" yang secara perlahan terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor.

Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Bahasa ibu masih menggunakan bahasa daerah yang jumlahnya mencapai 360 bahasa.

Pada pertengahan 1800-an, Alfred Russel Wallace menuliskan di bukunya Malay Archipelago bahwa "penghuni Malaka telah memiliki suatu bahasa tersendiri yang bersumber dari cara berbicara yang paling elegan dari negara-negara lain, sehingga bahasa orang Melayu adalah yang paling indah, tepat, dan dipuji di seluruh dunia Timur. Bahasa mereka adalah bahasa yang digunakan di seluruh Hindia Belanda."

Jan Huyghen van Linschoten di dalam bukunya Itinerario menuliskan bahwa "Malaka adalah tempat berkumpulnya nelayan dari berbagai negara. Mereka lalu membuat sebuah kota dan mengembangkan bahasa mereka sendiri, dengan mengambil kata-kata yang terbaik dari segala bahasa di sekitar mereka. Kota Malaka, karena posisinya yang menguntungkan, menjadi bandar yang utama di kawasan tenggara Asia, bahasanya yang disebut dengan Melayu menjadi bahasa yang paling sopan dan paling pas di antara bahasa-bahasa di Timur Jauh."

Pada awal abad ke-20, bahasa Melayu pecah menjadi dua. Di tahun 1901, Indonesia di bawah Belanda mengadopsi ejaan Van Ophuijsen sedangkan pada tahun 1904 Malaysia di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.[6]

Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai bahasa nasional pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan bahwa : "Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan."[7]

Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak mengisi dan menambah perbendaharaan kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.[8]

[sunting] Peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia

Gaya
Gaya penulisan artikel atau bagian ini tidak atau kurang cocok untuk Wikipedia.
Silakan lihat halaman pembicaraan. Lihat juga panduan menulis artikel yang lebih baik.

Perinciannya sebagai berikut:

  1. Tahun 1896 disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan ini dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
  2. Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
  3. Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad, seseorang berpidato menggunakan bahasa Indonesia.[9]
  4. Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi Muhammad Yamin mengusulkan agar bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan Indonesia.
  5. Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
  6. Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
  7. Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
  8. Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
  9. Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
  10. Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
  11. Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
  12. Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
  13. Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
  14. Tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
  15. Tanggal 28 Oktober s.d 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
  16. Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
  17. Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.

[sunting] Penyempurnaan ejaan

Ejaan-ejaan untuk bahasa Melayu/Indonesia mengalami beberapa tahapan sebagai berikut:

[sunting] Ejaan van Ophuijsen

Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:

  1. Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
  2. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
  3. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
  4. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.

[sunting] Ejaan Republik

Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:

  1. Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
  2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
  3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
  4. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.

[sunting] Ejaan Melindo (Melayu Indonesia)

Konsep ejaan ini dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.

[sunting] Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)

Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.

Perubahan:

Indonesia
(pra-1972)
Malaysia
(pra-1972)
Sejak 1972
tj ch c
dj j j
ch kh kh
nj ny ny
sj sh sy
j y y
oe* u u

Catatan: Tahun 1947 "oe" sudah digantikan dengan "u".

[sunting] Pengaruh terhadap perbendaharaan kata

Ada empat tempo penting dari hubungan kebudayaan Indonesia dengan dunia luar yang meninggalkan jejaknya pada perbendaharaan kata Bahasa Indonesia.

[sunting] Hindu (antara abad ke-6 sampai 15 M)

Sejumlah besar kata berasal dari Sanskerta Indo-Eropa. (Contoh: samudra, suami, istri, raja, putra, pura, kepala, mantra, cinta, kaca)

[sunting] Islam (dimulai dari abad ke-13 M)

Pada tempo ini diambillah sejumlah besar kata dari bahasa Arab dan Persia (Contoh: masjid, kalbu, kitab, kursi, doa, khusus, maaf, selamat, kertas)

[sunting] Kolonial

Pada tempo ini ada beberapa bahasa yang diambil, di antaranya yaitu dari Portugis (contohnya: gereja, sepatu, sabun, meja, jendela) dan Belanda (contohnya: asbak, kantor, polisi, kualitas)

Pasca-Kolonialisasi (Kemerdekaan dan seterusnya) banyak kata yang diambil berasal dari bahasa Inggris. (Contoh: konsumen, isu). Dan ada juga Neo-Sanskerta yaitu neologisme yang didasarkan pada bahasa Sanskerta, (contoh: dasawarsa, lokakarya, tunasusila)

Selain daripada itu bahasa Indonesia juga menyerap perbendaharaan katanya dari bahasa Tionghoa (contoh: pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, cukong).

Ciri-ciri lain dari Bahasa Indonesia kontemporer yaitu kesukaannya menggunakan akronim dan singkatan.

[sunting] Senarai jumlah kata serapan dalam bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia adalah bahasa yang terbuka. Maksudnya ialah bahwa bahasa ini banyak menyerap kata-kata dari bahasa lainnya.

Asal Bahasa Jumlah Kata
Belanda 3.280 kata
Inggris 1.610 kata
Arab 1.495 kata
Sanskerta-Jawa Kuna 677 kata
Cina 290 kata
Portugis 131 kata
Tamil 83 kata
Parsi 63 kata
Hindi 7 kata

Sumber: Senarai Kata Serapan dalam Bahasa Indonesia (1996) yang disusun oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (sekarang bernama Pusat Bahasa).

[sunting] Penggolongan

Indonesia termasuk anggota dari Bahasa Melayu-Polinesia Barat subkelompok dari bahasa Melayu-Polinesia yang pada gilirannya merupakan cabang dari bahasa Austronesia. Menurut situs Ethnologue, bahasa Indonesia didasarkan pada bahasa Melayu dialek Riau yang dituturkan di timur laut Sumatra

[sunting] Distribusi geografis

Bahasa Indonesia dituturkan di seluruh Indonesia, walaupun lebih banyak digunakan di area perkotaan (seperti di Jakarta dengan dialek Betawi serta logat Betawi).

Penggunaan bahasa di daerah biasanya lebih resmi, dan seringkali terselip dialek dan logat di daerah bahasa Indonesia itu dituturkan. Untuk berkomunikasi dengan sesama orang sedaerah kadang bahasa daerahlah yang digunakan sebagai pengganti untuk bahasa Indonesia.

[sunting] Kedudukan resmi

Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting seperti yang tercantum dalam:

  1. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, ”Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
  2. Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.

Dari Kedua hal tersebut, maka kedudukan bahasa Indonesia sebagai:

  1. Bahasa kebangsaan, kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah.
  2. Bahasa negara (bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)

[sunting] Bunyi

Berikut adalah fonem dari bahasa indonesia mutakhir

Vokal

Depan Madya Belakang
Tertutup
Tengah e ə o
Hampir Terbuka (ɛ)
(ɔ)
Terbuka a

Bahasa Indonesia juga mempunyai diftong /ai/, /au/, dan /oi/. Namun, di dalam suku kata tertutup seperti air kedua vokal tidak diucapkan sebagai diftong

Konsonan

Bibir Gigi Langit2
keras
Langit2
lunak
Celah
suara
Sengau m n ɲ ŋ
Letup p b t d c ɟ k g ʔ
Desis (f) s (z) (ç) (x) h
Getar/Sisi
l r


Hampiran w
j

  • Vokal di dalam tanda kurung adalah alofon sedangkan konsonan di dalam tanda kurung adalah fonem pinjaman dan hanya muncul di dalam kata serapan.
  • /k/, /p/, dan /t/ tidak diaspirasikan
  • /t/ dan /d/ adalah konsonan gigi bukan konsonan rongga gigi seperti di dalam bahasa Inggris.
  • /k/ pada akhir suku kata menjadi konsonan letup celah suara
  • Penekanan ditempatkan pada suku kata kedua dari terakhir dari kata akar. Namun apabila suku kata ini mengandung pepet maka penekanan pindah ke suku kata terakhir.

[sunting] Tata bahasa

Dibandingkan dengan bahasa-bahasa Eropa, bahasa Indonesia tidak banyak menggunakan kata bertata bahasa dengan jenis kelamin. Sebagai contoh kata ganti seperti "dia" tidak secara spesifik menunjukkan apakah orang yang disebut itu lelaki atau perempuan. Hal yang sama juga ditemukan pada kata seperti "adik" dan "pacar" sebagai contohnya. Untuk memerinci sebuah jenis kelamin, sebuah kata sifat harus ditambahkan, "adik laki-laki" sebagai contohnya.

Ada juga kata yang berjenis kelamin, seperti contohnya "putri" dan "putra". Kata-kata seperti ini biasanya diserap dari bahasa lain. Pada kasus di atas, kedua kata itu diserap dari bahasa Sanskerta melalui bahasa Jawa Kuno.

Untuk mengubah sebuah kata benda menjadi bentuk jamak digunakanlah reduplikasi (perulangan kata), tapi hanya jika jumlahnya tidak terlibat dalam konteks. Sebagai contoh "seribu orang" dipakai, bukan "seribu orang-orang". Perulangan kata juga mempunyai banyak kegunaan lain, tidak terbatas pada kata benda.

Bahasa Indonesia menggunakan dua jenis kata ganti orang pertama jamak, yaitu "kami" dan "kita". "Kami" adalah kata ganti eksklusif yang berarti tidak termasuk sang lawan bicara, sedangkan "kita" adalah kata ganti inklusif yang berarti kelompok orang yang disebut termasuk lawan bicaranya.

Susunan kata dasar yaitu Subyek - Predikat - Obyek (SPO), walaupun susunan kata lain juga mungkin. Kata kerja tidak di bahasa berinfleksikan kepada orang atau jumlah subjek dan objek. Bahasa Indonesia juga tidak mengenal kala (tense). Waktu dinyatakan dengan menambahkan kata keterangan waktu (seperti, "kemarin" atau "esok"), atau petunjuk lain seperti "sudah" atau "belum".

Dengan tata bahasa yang cukup sederhana bahasa Indonesia mempunyai kerumitannya sendiri, yaitu pada penggunaan imbuhan yang mungkin akan cukup membingungkan bagi orang yang pertama kali belajar bahasa Indonesia.

[sunting] Awalan, akhiran, dan sisipan

Bahasa Indonesia mempunyai banyak awalan, akhiran, maupun sisipan, baik yang asli dari bahasa-bahasa Nusantara maupun dipinjam dari bahasa-bahasa asing.

Untuk daftar awalan, akhiran, maupun sisipan dapat dilihat di halaman masing-masing.

[sunting] Dialek dan ragam bahasa

Pada keadaannya bahasa Indonesia menumbuhkan banyak varian yaitu varian menurut pemakai yang disebut sebagai dialek dan varian menurut pemakaian yang disebut sebagai ragam bahasa.

Dialek dibedakan atas hal ihwal berikut:

  1. Dialek regional, yaitu rupa-rupa bahasa yang digunakan di daerah tertentu sehingga ia membedakan bahasa yang digunakan di suatu daerah dengan bahasa yang digunakan di daerah yang lain meski mereka berasal dari eka bahasa. Oleh karena itu, dikenallah bahasa Melayu dialek Ambon, dialek Jakarta (Betawi), atau bahasa Melayu dialek Medan.
  2. Dialek sosial, yaitu dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu atau yang menandai tingkat masyarakat tertentu. Contohnya dialek wanita dan dialek remaja.
  3. Dialek temporal, yaitu dialek yang digunakan pada kurun waktu tertentu. Contohnya dialek Melayu zaman Sriwijaya dan dialek Melayu zaman Abdullah.
  4. Idiolek, yaitu keseluruhan ciri bahasa seseorang. Sekalipun kita semua berbahasa Indonesia, kita masing-masing memiliki ciri-ciri khas pribadi dalam pelafalan, tata bahasa, atau pilihan dan kekayaan kata.

Ragam bahasa dalam bahasa Indonesia berjumlah sangat banyak dan tidak terhad. Maka itu, ia dibagi atas dasar pokok pembicaraan, perantara pembicaraan, dan hubungan antarpembicara.

Ragam bahasa menurut pokok pembicaraan meliputi:

  1. ragam undang-undang
  2. ragam jurnalistik
  3. ragam ilmiah
  4. ragam sastra

Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibagi atas:

  1. ragam lisan, terdiri dari:
    1. ragam percakapan
    2. ragam pidato
    3. ragam kuliah
    4. ragam panggung
  2. ragam tulis, terdiri dari:
    1. ragam teknis
    2. ragam undang-undang
    3. ragam catatan
    4. ragam surat-menyurat

Dalam kenyataannya, bahasa baku tidak dapat digunakan untuk segala keperluan, tetapi hanya untuk:

  1. komunikasi resmi
  2. wacana teknis
  3. pembicaraan di depan khalayak ramai
  4. pembicaraan dengan orang yang dihormati

Selain keempat penggunaan tersebut, dipakailah ragam bukan baku.

[sunting] Lihat pula

[sunting] Referensi

  1. ^ Pasal 36 Undang-Undang Dasar RI 1945
  2. ^ Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928
  3. ^ http://www.ohio.edu/LINGUISTICS/indonesian/index.html Why Indonesian is important to learn. Situs pengajaran bahasa Indonesia di Ohio State University.
  4. ^ Farber, Barry. J. How to learn any language quickly, enjoyably and on your own. Citadel Press. 1991.
  5. ^ Eliot, J., Bickersteth, J. Sumatra Handbook. Footprint. 2000.
  6. ^ (en) Terbaik dari yang Terbaik (Crème de la Crème)
  7. ^ [1]
  8. ^ Teeuw, A (1986). Modern Indonesian Literature I.
  9. ^ Etek, Azizah (2008). Kelah Sang Demang, Jahja Datoek Kajo, Pidato Otokritik di Volksraad 1927 - 1939.

Sumber : Wikipedia Bahasa Indonesia